Aku kembali ke taman ini, tempat di
mana aku memberikan kotak cintaku kepada cinta pertamaku. Kilasan memori mulai
bergerak cepat di depanku. Menampilkan potongan-potongan kejadian yang pernah
direkam oleh indra penglihatan. Seperti menonton film pendek namun aku telah
mengetahui alurnya.
“Bunganya,
Mas?” Seorang perempuan berwajah cantik menyadarkanku dari lamunan. Ia memakai
dress polos selutut berwarna hijau tosca, rambut coklat sebahu yang terurai, flats shoes berwarna senada dengan
dressnya, mukanya polos tanpa make up tapi dihiasi dengan poni yang menyamping
ke kanan. Tangan kanannya memegang beberapa tangkai bunga.
Entah
mengapa pandangan mataku tidak bisa lepas dari wajahnya. Aku telusuri wajahnya
dengan seksama. Di mulai dari alisnya yang tidak terlalu tebal tapi sedikit
panjang, bulu matanya yang lentik, matanya yang berwarna hitam, hidungnya yang
mancung, bibirnya yang berwarna merah. Aku sadar, ternyata yang memikatku
adalah matanya, matanya berkilau. Cantik.
Perempuan
itu melambaikan tangannya sebentar namun masih dengan senyumnya yang ramah,
“Mas, mau bunga? Ini gratis kok. Kalau mau ini, silahkan.”
“Tidak ada apa-apa sih, hanya saja di kebunku sudah banyak mawar yang
tumbuh. Daripada dia mati, lebih baik dibagikan saja.”
“Mawarnya
cantik. Terimakasih ya, mbakkk?”
Perempuan
itu segera menyodorkan tangannya. “Panggil saja aku Ala, jangan dipanggil mbak
ya. Kamu?”
Akupun
segera membalas salamnya. “Aku pura. Salam kenal, Ala.”
-------
Sudah setahun aku
mengenal Ala, selama itu pula keadaanku sedikit membaik. Sakitku masih terus
berlanjut tapi rasa sakitnya sedikit berkurang. Dia begitu baik kepadaku,
bahkan sangat baik. Ia membuatku menjadi lebih hidup.
Aku telah jatuh cinta padanya. Jatuh yang lebih dalam daripada masa laluku. Jatuh yang membuat diriku lebih mencintai dirinya daripada diri sendiri.
Ala, aku mencintaimu.
Komentar
Posting Komentar