"Halo?"

Halo?

Sudah lama rasanya saya tidak berada di sini.
Sudah lama rasanya saya meninggalkan ruang ini.
Jadi, untuk pertemuan pertama ini, saya ucapkan, “Halo, teman lama…”

Banyak hal yang telah berubah sampai detik ini. Cara pandang hidup, bahkan bagaimana saya menjalani kehidupan pun juga berubah. Saya bukan lagi perempuan yang dengan mudahnya berkata semua hal itu indah maupun semua hal itu buruk. Saya bukan lagi perempuan yang dengan mudahnya berteriak jikalau merasa kesal, pun menangis jikalau bersedih. Tetapi saya tetap perempuan yang sama, yang akan tertawa, bahkan pada hal sekecil apapun itu.

Saya rindu…
Saya rindu berteriak dan menangis…
Saya rindu berteriak dan menangis…
Terutama, saya rindu berteriak dan menangis kepada orang-orang yang mengganggap saya adalah prioritas di dalam hidupnya.

Hahahahah. Prioritas? Apa itu?

Hahahahah. Itu sesuatu yang selalu kamu berikan untuk orang lain, tetapi tidak diberikan oleh orang lain kepadamu, bodoh.

Iya saya tahu, saya bodoh. Selalu memprioritaskan orang lain, kemudian melupakan diri sendiri. Namun, apa? Orang lain pun tidak pernah menganggap saya sebagai prioritas. Sedih memang, tapi yasudahlah. Karena, ya memang tidak ada yang bisa dilakukan selain, “Yasudahlah…”

Saya juga tahu, itu adalah kesalahan saya sendiri. Untuk kembali menggantungkan sedikit kebahagian saya kepada mereka yang telah mengecewakan. Yasudahlah.

Namun, saya bahkan tidak dapat menolong diri ini untuk keluar dari kebodohan yang luar biasa. Saya tidak bisa untuk tidak memprioritaskan orang-orang di sekitar saya. Lagi dan lagi, tidak bisa. Usaha maksimal saya untuk tidak peduli kepada siapapun, gagal. Usaha itu malah memeluk saya, dikit demi sedikit, pelan kemudian erat, semakin erat hingga rasanya sesak.

Dan kembali saya butuh berteriak dan menangis…

Sedihnya, di sini, di ruang ini, tidak ada apapun kecuali saya. Tidak ada siapapun kecuali saya. Teriakan demi teriakan bergema di dalam ruangan ini. Melayang-layang tanpa arah. Tidak ada yang akan mendengarnya. Dan tidak akan pernah ada.

Lalu, saya ingin bertanya kepada kamu. Bagaimana? Apa yang harus saya lakukan? Atau mari kita ubah pertanyaannya, jika kamu menjadi saya dan harus memilih satu hal  yang mungkin akan mengubah dirimu.

“Berhenti memprioritaskan orang lain dan membuatmu sesak atau tetap memprioritaskan orang lain dan tetap membuatmu sesak. Kemudian, apa yang akan kamu pilih?”

------

“Bravo, bravo! Kamu memang terbaik untuk urusan biru membiru kemudian ungu kehitaman seperti ini! Naskah ini akan saya gunakan untuk drama monolog pekan depan. Ya, nanti ada sedikit perubahan, tapi akan saya usahakan untuk tetap sama jiwanya. Bagaimana?”

“Hahahaha, iya silahkan, Pak. Lagian naskah ini juga fungsinya untuk diperankan.”

“Oh, kamu sudah menyiapkan naskah ini untuk drama monolog?”

“Iya, Pak. Lagian itu saya tambahkan unsur hiperbola. Mana ada di kehidupan nyata manusia yang sebodoh dia.”

“Eh, jangan salah, banyak di dunia ini manusia yang sebodoh dia.”

“Masa, Pak?”

“Iya, salah satunya kamu.” 

Komentar

  1. Belajarlah untuk ikhlas, berbuat baik tanpa berharap imbal balik. Belajarlah mengenyampingkan sakit hati dan menghabiskan energi hanya untuk memikirkan hal - hal yang tak perlu untuk ditindaklanjuti.

    Sudah lama tidak membaca tulisan-tulisan penuh imajinasi dari kamu, Vi.

    BalasHapus

Posting Komentar