Prian aneh dengan sekotak cinta - I love you most (A)

Aku berjalan pelan menuju suatu tempat di ujung jalan. Menggenggam erat beberapa tangkai mawar merah dan putih yang diikat pita berwarna tosca. Senyumku terus merekah sembari mengingat kalau aku sebentar lagi bertemu dengannya. Pria yang kucintai hingga detik ini.

Hari ini hari Jumat pagi, tidak terlalu ramai seperti biasa. Ketika sampai, aku mencari di mana priaku berada, dan langsung duduk di sebelahnya. 

"Pagi, sayang, Ala datang membawakan Pura bunga mawar." Aku mengelus nisan kayu tersebut dengan pelan.

"Bagaimana kabar kamu di sana? Di surga, indah ya? Pasti kamu tidak kesakitan lagi di sana. Ala sedih melihat kamu sakit soalnya.."

Aku kembali mengelus nisan kayu dengan pelan.

"Pura, akhirnya Ala diterima di tempat kerja yang Ala sering cerita ke kamu. Ala senang sekali, pasti kamu juga senang kan.."

Aku mulai menghapus bulir air mata yang perlahan keluar dari matanya dan kembali tersenyum.

"Pura, sudah dua tahun kamu meninggalkan Ala, Ala ingin melihat wajah Pura lagi. Sangat ingin."

"Ala kesepian Pura, tanpa kamu Ala kesepian..."

Air mata yang awalnya hanya beberapa bulir, kini semakin banyak. Membentuk sebuah lingkaran di rok berwarna toscaku.

"Tidak ada yang senyaman Pura sampai saat ini. Dan Ala tidak tahu apakah ada yang bisa membuat Ala jatuh cinta sedalam ini lagi."

"Pura, sesekali mampirlah di mimpi Ala. Kita bisa berbicara apa saja seperti dulu."

"Pura, banyak hal yang ingin Ala ceritakan kepada kamu. Terlalu banyak hal. Tapi, Ala ingin cerita sembari kamu peluk. Sembari kamu elus pelan kepala Ala. Dan sembari kamu kecup ringan puncak kepala Ala."

Bibir mungilku tersenyum tipis, "Tapi itu tidak mungkin, Ala tahu itu dengan pasti."

"Pura tenang saja, Ala baik-baik saja. Air mata ini karena Ala terlalu mencintai Pura, bukan karena Pura menyakiti Ala."

"Pura, Ala rindu...."

Aku semakin tidak bisa mengontrol air mataku. Aku ingin memeluk Pura saat ini rasanya.

"Pura, Ala sangat mencintaimu..."

Setangkai mawar kuletakkan di depan batu nisannya. Mengelus pelan batu nisan itu untuk sekali lagi.

"Pura, Ala pulang dulu ya. Nanti malam jangan lupa mampir ke mimpi Ala ya, sayang."

Aku berdiri pelan dan mulai berjalan menjauh dari tempat tinggalnya yang baru. Air mataku masih terus mengalir, sedangkan bibirku masih tetap tersenyum.

Komentar