Pecahan ini terasa jelas
ditubuhku. Bagaimana tidak? Akulah pemilik tubuh ini dan tentu saja aku juga
yang mengetahui seluk beluknya. Dan kini aku bersimbah pecahan di tengah tadinya
kebahagiaan ini.
Seharusnya aku sadar akan hal
ini. Bahwa tak mungkin aku mendapatkan kebahagiaan di keadaan ini. Bahkan
secuil pun tak mungkin. Tapi memang hati mengalahkan logika.
¤
"Aku menyukainya.."
hatiku mengambil alih pertempuran sengit antara logika dan perasaan. Berjuta
kali pun aku meyangkalnya, berjuta kali pula tersangkalkan. Aku memang lemah. Nyatanya
logika yang seharusnya sederajat bersama perasaan jauh dibawah pimpinan
perasaan.
"Oh tolong jangan
ucapkan hal itu lagi. Apa kamu tak sadar? Dia jauh berbeda denganmu! Dia bukan
levelmu! Sadarlah!" Logika berbicara keras terhadapku. Mungkin berharap
aku kembali sadar.
"Ayolah sayang, jangan
menyusahkan dirimu. Tak ada gunanya kamu menolak perasaan ini. Bukankah
menghindar lebih menyiksakan daripada menghadapi?" Hati kelihatannya tak
mau kalah adu argumen bersama logika.
Kadangkala hati memang lebih
egois dari logika. Entah pemilikinya yang terlalu memanjakannya atau memang hati
yang terlalu memberontak.
"Aku memang
menyukainya..." Dan akhirnya hati memenangkan peperangan. Selamat tinggal
logika untuk beberapa saat.
¤
Sudut itu gelap. Hitam pekat.
Kelam terasa kasar. Dengan siluet cantik
yang mulai rapuh bersama tangisannya.
Aku merutuki diriku sendiri.
Kembali hati dan logika berdatangan. Kali ini logika lebih berperan. Hati
dipaksa untuk duduk di sudut yang gelap dan sunyi.
"Dasar bodoh. Seharusnya
aku lebih memilih logika. Harusnya aku tak mementingkan hati."
Memang penyesalan selalu
datang terakhir. Dan kini aku hanya bisa menyesali.
"Hah memang hanya
menangis dan menyesali kan yang aku lakukan?! Lantas apa yang bisa kuperbuat di
dalam penyesalan? Tak ada selain kedua hal tadi. Tak ada."
Cairan kental itu menetes membasahi lantai putih bersih. Aku menelitinya. Bukan itu bukan air mataku. Bahkan air mataku telah mengering tak berbekas.
Cairan ini berwarna merah pekat. Aku meneliti sekujur tubuhku. Ternyata ini darah yang keluar tepat didadaku. Dihatiku. Karena sebelumnya tanpa sadar telah beribu pisau dan beling tajam yang tertanam disitu.
Komentar
Posting Komentar