"Aku melihat sebuah garis. Yang tipis sekali." Ine-nama perempuan itu-berbicara kepadaku. Ia memanjangkan pengucapan pada kata "tipis" seolah-olah garis itu tipis dan dibagi lagi menjadi tipis dan dibagi lagi menjadi lebih tipis.
Aku tak tahu harus merespon apa. Pernah kah kau merasakannya? Tak tahu harus merespon apa sedangkan orang tersebut menanti respon kita. Dan akhirnya aku hanya mengangguk seolah mempersilahkan ia untuk melanjutkan ucapannya.
"Ya, bahkan kamu pun sulit untuk melihatnya! Butuh ketelitian yang luar biasa!"
Sekali lagi aku hanya mengangguk. Bahkan aku tak mengerti apa yang ia bicarakan. Dan sebenarnya aku mulai bosan menghadapinya. Bagaimana bisa dia menjadi perempuan membosankan seperti ini?
"Kabarnya garis itu terbuat dari benang emas yang telah dibagi! Percaya tidak? Aku saja tak percaya! Bagaimana bisa garis dari benang emas itu bisa diperlihatkan kepada masyarakat umum secara cuma-cuma! Nanti kalau ada yang mencuri, mereka bisa mendapatkan kerugian yang sangat besar!" Kali ini Ine memanjangkan nada bicaranya pada kata "sangat".
Dan aku masih tak mengerti dan tak tertarik terhadap ucapannya. Aku merubah mimik wajahku sebisa mungkin menjadi antusias dan mengangguk-angguk semangat. Berharap dia percaya kalau aku memperhatikannya. Ternyata berhasil dan sepanjang sisa siangku harus dihabiskan dengan mendengar topik "Garis tipis dari benang emas."
;;;;;;
"Kamu suka warna apa?" Ine memilih-milih warna cat air. Aku yang memang menyukai melukis antusias menjawabnyaa.
"Aku lebih ke warna gelap! Warna terang itu sangat mencolok dan mengganggu mata!"
Ine hanya tersenyum manis kepadaku. "Semua warna memiliki dasar yang sama Gio dan berarti mereka semua cantik! Apalagi kalau mereka dipadukan! Kamu akan lihat apa yang bisa cat-cat itu berikan kepada kamu!"
Aku hanya mengangkat alis tak mengerti ucapan Ine. Apa yang dimaksudnya?Dasar apa?
"Kamu tahu mengapa kanvas berwarna putih?"
Aku seketika tertarik. "Tidak, memang kenapa!?"
"Karena putih itu bersih. Bagaimanapun hasil lukisan seseorang baik jelek maupun bagus tetap saja lukisan itu terlahir di atas kanvas berwarna putih. Suci. Bersih. "
"Maksudnya?"
"Sama dengan semua di dunia ini terlahir putih. Suci. Bersih. Mau bagaimanapun masa depannya, apakah baik ataupun tidak tetap saja dia mempunyai dasar bersih. Jadi menurutku tak sepantasnya antar manusia merendahkan mana yang baik dan mana yang buruk. Karena mereka memiliki dasar yang sama."
;;;;;;
Aku menatap lukisan yang dibuat bersama Ine. Abstrak. Ntahla tadi kami hanya mengekspresikan secara acak apa yang kami rasakan. Warna-warna yang dilukis Ine berwarna cerah, terang, dan bervariasi. Sedangkan aku memilih warna gelap, pekat, dan monoton. Tapi ketika warna kami disatukan itu membuat warna berbeda. Tak bisa dideskripsikan tapi bisa dirasakan.
"Memang tak sepantasnya manusia satu menilai manusia lain, apalagi dasar mereka sama." - Green.
Komentar
Posting Komentar