Smile(:

 
"Setiap orang punya mata yang berbeda. Mungkin di mata dia, kurangnya kamu kelihatan jelas."

Itu salah satu kalimat yang pernah diucapkan oleh teman saya. Saya ditampar oleh kalimat itu. Keras. Sakit.

Betapa bodohnya saya. Itu yang pertama kali terpikir oleh saya. Begitu bodohnya sampai-sampai tertampar keras oleh kalimat itu. Begitu bodonya sampai-sampai kalimat itu terlihat jelas di mata saya.

Setiap orang punya mata yang berbeda. Jelas sekali setiap orang punya mata yang berbeda, jadi untuk apa bersusah payah untuk menyamakan mata mereka? Tak ada gunanya, kamu hanya merasakan sakit setelahnya.

Mungkin di mata dia, kurangnya kamu kelihatan jelas. Sebagian mata melihat kamu lebih jeli, bahkan lebih jeli dari matamu sendiri.  Yang menurutmu bukanlah dirimu, bisa saja mereka menunjuknya sebagai dirimu. Biarkan saja, jawab dengan anggukan dan senyuman.

Kerap kali saya berusaha menjadi lebih baik untuk mereka. Kerap kali saya berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka. Karena saya tahu, saya bukan pribadi yang seutuhnya baik. Karena saya tahu, banyak keburukan yang kadang masih terlihat di diri saya.

Sebab itu, saya belajar. Belajar untuk menjadi baik. Belajar untuk membuang yang buruk. Agar apa? Agar mereka merasa nyaman. Agar mereka mau melihat bahkan memeluk saya.

Sebagian dari mereka menerima saya. Mereka melihat baik saya, mereka menjaga saya, menjauhkan buruk dari saya. Ada kalanya mereka melihat buruknya saya dan bersiap siaga untuk menjadi gerbang. Menerjang buruknya saya dan tetap menjaga baiknya saya. Ketika kamu bertemu mereka seperti yang saya tuliskan, peluk erat mereka. Jangan pernah lepaskan.

Sebagian dari mereka menampar keras saya. Bahkan ketika saya berusaha menjadi baik dan membuang yang buruk. Mata jeli beberapa mereka tetap saja melihat buruknya saya. Tetap saja memeluk erat buruknya saya. Dan mengabaikan serta membakar baik yang sedang saya usahakan. Seakan-akan baik saya tak pernah berguna baginya, seakan-akan saya hanya seonggok badan yang berisi hal-hal buruk.

Ketika kamu merasakan apa yang saya rasakan, tersenyum saja. Anggukan kepalamu. Tak apa, selalu ada ruang untuk dikecewakan. Selalu ada ruang untuk merasakan sakit di dirimu.

Saat saya berusaha menjadi lebih baik dari sebelumnya dan ternyata beberapa orang mengejek saya, biarkan saja. Biarkan mereka tertawa keras di depan saya. Saya tak peduli. Saya hanya peduli pada mereka yang tersenyum dan membantu saya menjadi lebih baik.

Tapi ternyata baik tak selalu baik. Akan selalu ada baik yang ternyata buruk. Akan selalu ada.

Ketika mereka yang menerima saya ternyata mentertawakan saya di belakang. Membicarakan keburukan saya, bahkan lebih kejam dari mereka yang tertawa di depan saya.

Ketika kamu merasakan apa yang saya rasakan, tersenyum saja. Anggukan kepalamu. Tak apa, selalu ada ruang untuk dikecewakan. Selalu ada ruang untuk merasakan sakit di dirimu.

Saat saya sudah terlalu lelah untuk menjelaskan, saya akan menerima. Menerima apa saja yang mereka ucapkan tentang saya. Baik itu yang sebenarnya saya maupun itu bukanlah saya.

Terkadang penjelasan tak ada gunanya, itu hanya membuat saya lelah. Sedangkan mereka tetap berbicara apa yang menurut mereka benar. Memang, beberapa orang cenderung berbicara apa yang ingin mereka dengar. Dan membisu dari apa yang mereka tak mau dengar.

Ketika kamu merasakan apa yang saya rasakan,  tersenyum saja. Anggukan kepalamu. Tak apa, selalu ada ruang untuk dikecewakan. Selalu ada ruang untuk merasakan sakit di dirimu.


Komentar

Posting Komentar