Pria aneh dengan sekotak cinta - Sometimes the truth is a pain (P)



8 tahun kemudian...


Badanku yang dulunya telah kurus sekarang menjadi kering kerontang, mataku yang dulu sanggup membaca buku sampai larut malam kini mulai kabur, pendengaranku yang dulunya sering mendengar hinaan orang lain kini mulai rusak, kulitku kini mengeriput. Aku juga mulai sakit-sakitan, terutama di tempat hatiku yang telah kosong. Aku berubah begitu cepat. Diumur 30 tahun ini aku sudah seperti berumur 50 tahun. Menyedihkan, bukan?

“Selamat pagi, sudah mau memesan makanan?” 

Aku yang berada di salah satu restoran sedang memilih makanan mana yang beruntung yang akan masuk di perutku kali ini. Setidaknya walaupun kini aku begitu menyedihkan, makanan yang aku makan juga tidak boleh menyedihkan. Karena makanan yang menggugah selera dan enak adalah teman terbaik.

“Saya pesan nasi goreng sama black coffee, mas.” Aku mendongakkan kepala dan melihat masnya menulis pesanan. Namun rasanya ada yang aneh, mukanya seperti tidak asing. Aku perhatikan Mas tadi dengan seksama, sepertinya kenal.

“Robi?”

Mas tadi langsung melihat ke arahku, “Bapak mengenal saya?”

Aku langsung tertawa kecil, hidup ini begitu lucu. Kamu tidak akan tahu akan bertemu dengan siapa. “Bagaimana tidak? Kamu selalu menyebutku aneh sewaktu SMA dulu!”

“Aneh? Kamu, Aneh? Tapi aku tidak mengenalimu. Bagaimana, maaf sebelumnya, bagaimana kamu berubah begitu cepat?”

Aku menggeleng cepat, “Tidak apa-apa Rob, aku pun tidak tahu kenapa aku berubah begitu cepat. Bagaimana, maaf sebelumnya, bagaimana kamu bisa bekerja di sini?”

Robi hanya tersenyum kecut. “Selulus SMA aku tidak diterima di Universitas manapun, orangtuaku bangkrut sehingga aku  harus bekerja apapun yang bisa aku kerjakan. Dan saat ini seperti yang kamu lihat aku bekerja di restoran ini. Setidaknya masih ada yang mau membayarku secara manusiawi.”

Aku mengangguk pelan. Sekali lagi, hidup begitu lucu. Kamu tidak akan tahu berada di mana, kali ini kamu menginjak orang di bawahmu mungkin lain waktu kamulah yang diinjak oleh orang tadi. Maka dari itu, bersikaplah sebaik mungkin karena bisa saja kamu sedang membutuhkan bantuan tetapi orang lain tidak mau membantumu karena sikapmu yang menyebalkan. Bersikap baik saja masih banyak orang yang membenci kamu, apalagi bersikap tidak baik?

“Oh iya, aku mau meminta maaf atas semua sikap menyebalkanku padamu. Aku harap kamu mau menerima maafku, setidaknya bisakah kita mulai dari awal dan berteman? Sekarang aku tidak berteman lagi dengan teman SMA-ku, mereka membuangku.”

“Tidak apa-apa, aku telah memaafkanmu. Tentu saja aku mau berteman denganmu!”

Robi tersenyum, senyum kelegaan. “Kamu baik ternyata. Oh iya ngomong-ngomong aku pernah mendengar, katanya kotak cintamu telah kamu berikan kepada Nela ya?”

Senyumku langsung merekah mendengar nama itu disebutkan lagi, betapa rindunya aku dengannya. “Iya, dia manis kan?”

Robi tersenyum kecut untuk kedua kalinya. “Kabarnya dia sudah menyimpan kotak cinta lelaki lain dan lelaki itu menyimpan kotak cintanya, mereka telah menikah. Oh iya aku membawa pesananmu dulu ya. Nanti kita berbincang lagi.”

Bagai tersambar petir saat itu juga, aku seperti terbelah menjadi dua, terbelah lagi, terbelah lagi, dan terbelah lagi hingga menjadi potongan-potongan kecil. Mataku panas, panas yang tercipta dari kekecewaan, kesedihan, ketakutan dan sedikit kemarahan. Tanganku memegang dada kiriku, tempat hati yang sekarang sudah kosong. Di sana rasanya sakit sekali, sakit yang berbunyi melengking hingga ke telinga dan otakku. Kini aku tahu penyebab mengapa aku berubah begitu cepat.

Komentar